Minggu, 20 Januari 2019

Tugas 11

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TERPADU

Pengelolaan sumber daya air terpadu merupakan penanganan integral yg mengarahkan kita dari pengelola air sub sektor ke sektor silang. Ini menunjukan bahwa suatu proses yg mempromosikan koordinasi pengembangan dan pengelolaan air, tanah dan sumber daya terkait dalam rangka tujuan untuk mengoptimalkan resultan ekonomi dan kesejahteraan sosial dalam sikap yg cocok tanpa mengganggu kestabilan dan ekosistem-ekosistem penting.
Kerangka Konsepsional
Kerangka konsep yg perlu dipahami dalam rangka pengelolaan sumber daya air secara terpadu, yaitu:
Wilayah sumber daya air dapat berupa bagian dari pengembangan baik perkotaan maupun pedesaan serta dapat juga merupakan bagian regional administrasi (pusat, provinsi, kabupaten/kota).
Semua pihak menyadari bahwa masalah sumber daya air adalah kompleks.
Adanya batas teknik DAS dan daerah aliran air tanah yg pada kondisi wilayah tertentu bisa sama ataupun berbeda  dengan DAS.
Batas teknis bisa sama ataupun berbeda dengan batas administrasi.
Pembagian sumber daya air menjadi  aliran permukaan, air tanah. Untuk aliran permukaan bisa pembagian DAS (batas hidrologi) bisa batas administrasi (propinsi, kabupaten/kota). Demikian pula untuk air tanah walaupun penentuan wilayahnya lebih sulit dibandingkan dengan aliran permukaan.
Sistem sumber daya air dapat dilihat sebagai bagian dari infrastruktur, khususnya keairan. Pengelolaannya dapat dilihat dari fungsinya: irigasi, drainase, sumber air dan lain-lain.
Komponen penting yg perlu diperhatikan dalam pengelolaan sumber daya air terpadu menurut GWP (2001) yaitu:
The enabling enviroment adalah kerangka umum dari kebijakan nasional legislasi, regulasi dan informasi untuk pengelolaan SDA oleh stakeholder. Fungsinya merangkai dan membuat aturan serta kebijakan.
Peran institusi merupakan fungsi dari berbagai tingkatan administrasi dan stakeholders.
Alat-alat manajemen merupakan instrumen operasional untuk regulasi yg efektif,  monitoring dan penegakan hukum.

Pembangunan dan Ekologi Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses ppembangunan yg memfokuskan pada aspek pembangunan ekonomi sekaligus memberi perhatian secara operasional kkepada aspek pembangunan sosial dan aspek lingkungan hidup. Sedangkan ekologi berkelanjutan lebih mengedepankan pelestarian lingkungan dengan tetap menjamin kualitas kehidupan ekonomi dan sosial budaya masyarakat.

Tugas 10

POLA DAN RENCANA PENGENDALIAN SUMBER DAYA AIR

Konsep pengelolaan sumberdaya air pada dasarnya mencakup upaya serta kegiatan pengembangan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya air berupa penyaluran air yang tersedia dalam konteks ruang dan waktu, dan komponen mutu serta komponen volume pada suatu wilayah untuk memenuhi kebutuhan pokok kehidupan makhluk hidup
Dengan demikian pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan merupakan suatu system dalam rangka upaya membentuk lingkungan hidup yang serasi dan lestari serta memenuhi kebutuhan secara terus menerus
Berdasarkan daur hidrologi, volume air di bumi ini jumlahnya relative konstan. Namun demikian dalam satuan ruang dan waktu, ketersediaan air terkadang-kadang tidak sesuai dengan kebutuhan kita. Sering manusia mengalami kekurangan air di musim kemarau. Untuk menghindari hal tersebut, diperlukan system pengelolaan sumber daya air terutama pada perlindungan dan pelestarian sumber daya air harus dilakukan sebaik-baiknya guna menjamin tersedianya sumber daya air sebagai kebutuhan berbagai sektor termasuk kebutuhan masyarakat banyak sesuai dengan amanat pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 bahwa : “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang “Pemerintahan Daerah“ dan PP Nomor 25 tahun 2000 tentang “Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonomi“ dan euphoria yang berkembang di masyarakat maka pengelolaan air dan sumber daya air perlu dilaksanakan dan di sosialisasikan oleh orang/institusi yang betul-betul menghayati keberadaan sumber daya air kepada masyarakat dan aparat daerah baik eksekutif maupun legislative.

Pengelolaan Sumberdaya Air
Air sebagai bagian dari sumber daya alam adalah merupakan bagian dari ekosistem. Karena itu pengelolaan sumber daya air memerlukan pendekatan yang integratif, komprehensif dan holistik yakni hubungan timbal balik antara teknik, sosial dan ekonomi serta harus berwawasan lingkungan agar terjaga kelestariannya. Pertemuan international sejak Dublin dan Rio de I Janeiro tahun 1992 sampai World Water Forum di Den Haag tahun 2000, menekankan hal yang sama.
Karena air menyangkut semua kehidupan maka air merupakan faktor yang mempengaruhi jalannya pembangunan berbagai sektor. Karena itu pengelolaan sumber daya air perlu didasarkan pada pendekatan peran serta dari semua stakeholders. Segala keputusan publik harus memperhatikan kepentingan masyarakat dengan cara konsultasi publik, sehingga kebijakan apapun yang diharapkan, akan dapat diterima oleh masyarakat.
Pada umumnya pengelolaan sumberdaya air berangkat hanya dari satu sisi saja yakni bagaimana mamanfaatkan dan mendapat keuntungan dari adanya air. Namun untuk tidak dilupakan bahwa jika ada keuntungan pasti ada kerugian. Tiga aspek dalam pengelolaan sumberdaya air yang tidak boleh dilupakan, yakni aspek pemanfaatan, aspek pelestarian dan aspek perlindungan.

1. Aspek pemanfaatan. Kebanyakan inilah yang langsung terlintas dalam pikiran manusia jika berhubungan dengan air. Baru setelah terjadi ketidak seimbangan antara kebutuhan dengan yang tersedia, manusia mulai sadar atas aspek yang lain.

2. Aspek pelestarian. Agar pemanfaatan tersebut bisa berkelanjutan maka air perlu dijaga kelestariannya baik dari segi jumlah maupun mutunya. Menjaga daerah tangkapan hujan dihulu maupun daerah pedataran merupakan salah satu begian dari pengelolaan, sehingga perbedaan debit air musim kemaru dan musim hujan tidak besar. Demikian pula menjaga air dari pencemaran limbah.

3.  Aspek pengendallian. Perlu disadari bahwa selain memberi manfaat, air juga memiliki daya rusak fisik maupun kimiawi. Badan air (sungai, saluran dsb,) terbiasa menjadi tempat pembuangan barang tak terpakai, baik berupa cair (limbah rumah tangga dan industri), maupun benda padat berupa sampah dan terjadilah pencemaran dengan akibat gangguan terhadap hidup manusia. Binatang dan tumbuh-tumbuhan. Karena itu dalam pengelolaan sumberdaya air tidak boleh dilupakan adalah pengendalian terhadap daya rusak yang berupa banjir maupun pencemaran.

Dalam pengelolaan sumberdaya air, ketiga aspek penting tersebut harus menjadi satu kesatuan, tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Salah satu aspek saja terlupakan, akan mengakibatkan tidak lestarinya pemanfaat air daan bahkan akan membawa akibat buruk. Jika kita kurang benar dalam mengelola sumberdaya air, tidak hanya saat ini kita akan menerima akibat, tetapi juga generasi mendatang.

Potensi Air dan Sumber Air
Potensi air dan sumber air di Jawa Tengah yang dimanfaatkan dan yang tak termanfaatkan menurut BAPPEDA (2002-2003) adalah sebagai berikut :
1. Potensi sumberdaya air : 65.733,75 juta m3 (100,00%)
2. Termanfaat :
a. Konservasi (waduk, embung, dll) : 2.308,38 juta m3 (3,51%)
b. Yang dimanfaatkan : 25.282,16 juta m3 (38,64%)
3. Tak termanfaatkan :
a. Degradasi ( pencemaran) : 514, 54 juta m3 (0,78%)
b. Belum dikonservasi (banjir dan terbuang ke laut) : 37.628,67 juta m3 (57,24%)

Melihat potensi air di atas yang sangat besar, di mana lebih kurang 57,24% yang tak bermanfaat berupa banjir dan terbuang kelaut, apalagi kalau diingat bahwa keberadaan air tersebut tidak mesti tetap volumenya sepanjang tahun maka diperlukan suatu pengelolaan sumberdaya air yang berkelanjutan. Semua kegiatan pembangunan pada hakekatnya harus merupakan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (sustainable) dengan dimensi-dimensi (Albertson, 1999) :

1. Environmental sustainability : perlindungan lingkungan untuk generasi mendatang
2. Economic sustainability : setiap pengembangan viable secara ekonomi
3. Social-cultural sustainability : setiap inovasi harus harmoni antara pengetahuan local sosial & budaya, praktek, pengetahuan (sains) dan teknologi tepat guna
4. Political sustainability : link birokrasi (pemerintahan) dan masyarakat. Para pemimpin formal dan informal untuk suatu sektor tertentu dalam masyarakat lokal harus mampu menjalin komunikasi dengan struktur-struktur politik dan birokrasi.

Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dangan peraturan perundang-undangan. Mendasarkan UU No. 22 dan 25 tahun 1999 membawa konsekuensi bahwa Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota harus dapat menyelenggarakan roda pemerintahannya baik dalam pelaksanaan program pembangunan sekalingus dalam pengelolaan pendanaannya.
Secara garis besar kewenangan pemerintahan menurut UU No. 22 / 99 dan PP NO. 25 / 2000 adalah :
Kewenangan Pusat adalah kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenagan bidang lain. Propinsi : Pasal 7 UU No. 22 / 99.1.   Kewenangan propinsi sebagai daerah otonom mencakup kewenangan        dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya.
2. Kewenangan Propinsi sebagai daerah Otonom termasuk juga kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
3. Kewenangan Propinsi sebagai Wilayah Administrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah.

Kabupaten / Kota : Pasal 7 UU No. 22/99
1. Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
2. Kewenangan bidang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kebijakan tentang perencanaan nasioanl secara makro, dana perimbangan keuangan, system administrasi Negara dan lembaga perekonomian Negara, pembinaan dan pendayagunaan sumberdaya alam serta tekonologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.

Kebijakan Pengelolaan Air Tanah setelah Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air.
a. Dasar pemikiran :
Air tanah merupakan kebutuhan pokok hisup bagi semua makhlik hidup. Oleh karena itu, dalam pengelolaannya harus dapat menjamin pemenuhan kebutuhan yang berkecukupan secara berkelanjutan.
Keberadaan air tanah mempunyai fungsi sosial, lingkungan dan ekonomi. Oleh karena itu, pengelolaannya harus dapat menjamin kelestarian dan ketersediannya secara berkesinambungan.
b. Latar Belakang :
Air tanah terdapat dibawah permukaan tanah baik berada didaratan maupun dibawah dasar laut, mengikuti sebaran karakteristik tempat keberadaannya yaitu dalam lapisan tanah atau batuan pada cekungan.
Keberadaan air tanah di Indonesia cukup melimpah, akan tetapi tidak disetiap tempat terdapat air tanah tergantung pada kondisi geologi, yang meliputi proses pengendapan dan struktur geologi yang berpengaruh terhadap sifat fisik tanah dan batuan serta curah hujan.
Pengambilan air tanah dalam upaya pemanfaatan atau penggunaannya memerlukan proses sebagaimana dilakukan pada kegiatanpertambangan yang mencakup kegiatan penggalian atau pengeboran.
c. Konsepsi Pengelolaan Air Tanah
  Sesuai pasal 12 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, dikatakan bahwa didalam pengelolaan ar tanah didasarkan pada konsep Cekungan Air Tanah (CAT) yaitu suatu wilayah yang dibatasi oleg batas hidrogeologis tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air tanah berlangsung. CAT meliputi CAT lintas Negara, CAT lintas Provinsi, CAT lintas Kabupaten/Kota dan CAT dalam satu Kabupaten/Kota. CAT ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Menteri (pasal 13 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air.
d. Landasan Kebijakan
Air tanah mempunyai peran yang penting bagi kehidupan dan penghidupan rakyat, mengingat fungsinya sebagai salah satu kebutuhan pokok hidup.
Air Tanah harus dikelola secara bijaksana, menyeluruh, terpadu, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Pengelolaan air tanah secara teknis perlu disesuaikan dengan perilaku air tanah meliputi keterdapatan, penyebaran, ketersediaan dan kualitas air tanah serta lingkungan keberadaannya.
Pengelolaan air tanah perlu diarahkan pada keseimbangan antara konservasi dan pendaya-gunaan air tanah yang terintegrasi dalam kebijakan dan pola pengelolaan sumberdaya air.
Kegiatan utama dalam pengelolaan air tanah yang mencakup konservasi dan pendayagunaan air tanah diselenggarakan untuk mewujudkan kelestarian dan keseimbangan ketersediaan air tanah dan kemanfaatan air tanah yang berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
e. Prinsip Kebijakan Pengelolaan air tanah :
  Prinsip dari kebijakan pengelolaan air tanah meliputi :
• Kelestarian kondisi dan lingkungan air tanah ;
• Prioritas kebutuhan air pokok hidup sehari-hari dan pertanian rakyat
• Kesejahteraan masyarakat Provinsi atau Kabupaten/Kota pada CAT;
• Keadilan dalam memenuhi kebutuhan air ;
• Penggunaan yang saling menunjang antara air tanah dan air permukaan dengan mengutamakan penggunaan air permukaan ;
• Keseimbangan antara konservasi dan penggunaan air tanah.


Prinsip Pengelolaan Air Tanah dimasa mendatang
  Ada 5 (lima) prinsip yang mendukung pengelolaan air tanah masa, antara lain :
1. Konservasi.
  Ini berarti menggunakan air hanya secukupnya saja untuk memenuhi kebutuhan yang senyatanya, tanpa pemborosan. Konservasi yang efektif biasanya meliputi suatu paket langkah pengendalian yang terdiri dari :
a. Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air, antara lain :
• Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air ;
• Pengendalian pemanfaatan sumber air;
• Pengaturan daerah sempadan sumber air;
• Rehabilitasi hutan dan lahan.
b. Pengawetan Air, antara lain :
• Menyimpan air yang berlebihan dimusim hujan;
• Penghematan air;
• Pengendalian penggunaan air tanah.
c. Pengelolaan Kualitas air, dengan cara memperbaiki kualitas air pada sumber air antara lain dilakukan melalui upaya aerasi pada sumber air dan prasarana sumberdaya air.
d. Pengendalian Pencemaran Air, dengan cara mencegah masuknya pencemaran air pada sumber air dan prasarana sumberdaya air
e. Kampanye untuk mendorong konsumen lebih sadar terhadap akibat penggunaan yang boros.

2. Pendayagunaan Sumberdaya Air Tanah adalah pemanfaatan air tanah secara optimal dan berkelanjutan. Pendayagunaan Sumberdaya air tanah dilakukan melalui kegiatan inventarisasi potensi air tanah, perencanaan pemanfaatan air tanah, perizinan, pengawasan dan pengendalian.
3. Pengendalian Daya Rusak Air, dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan air tanah.
4. Sistem Informasi Sumberdaya Air Tanah.
Ini berarti penggunaan teknologi dan sistem yang selalu siap bekerja dengan sumber-sumber daya yang dapat diperoleh dari lingkungan masyarakat yang dilayani, tanpa ketergantungan yang berlebih pada masukan dari luar. Hal ini meliputi tidak saja keuangan, melainkan juga mengelola sistem dan ketrampilan yang diperlukan untuk merawat dan memperbaiki peralatan yang telah dipasang dan juga peduli terhadap partisipasi masyarakat (dalam memilih teknologi yang akan diterapkan dan dalam menentukan cara mengelolanya, demikian juga dalam perencanaan, konstruksi, manajemen, dan operasi dan pemeliharaan yang tepat). Sistem yang tidak mampu berjalan atau yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat yang seharusnya dilayani merupakan penyia-nyiaan investasi sumberdaya.
5. Sistem Melingkar (Circular System).
Dengan meningkatnya tekanan jumlah penduduk terhadap sumber-sumber daya yang terbatas, maka kita perlu memikirkan sistem melingkar, bukan garis lurus. Kota yang membuang polusinya ke saluran air dan menyebabkan masalah bagi orang lain tidak bisa diterima lagi. Sebaliknya, air limbah yang telah diolah seharusnya dianggap sebagai suatu sumber bernilai yang dapat dipakai.

Senin, 14 Januari 2019

Tugas Etika Profesi

                      ETIKA PROFESI INSINYUR

         Sebagai insinyur untuk membantu pelaksana sebagai seseorang yang professional dibidang keteknikan supaya tidak dapat merusak etika profesi diperlukan sarana untuk mengatur profesi sebagai seorang professional dibidangnya berupa kode etik profesi. Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi tersebut.
1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dia lakukan dan yang tidak boleh dilakukan
2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan keja (kalanggan social).
3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.

Tanggung jawab profesi yang lebih spesifik seorang professional diantaranya:
a. Mencapai kualitas yang tinggi dan efektifitas baik dalam proses maupun produk hasil kerja profesional.
b. Menjaga kompetensi sebagai profesional.
c. Mengetahui dan menghormati adanya hukum yang berhubungan dengan kerja yang profesional.
d. Menghormati perjanjian, persetujuan, dan menunjukkan tanggung jawab.
        Di Indonesia dalam hal kode etik telah diatur termasuk kode etik sebagai seorang insinyur yang disebut kode etik insinyur Indonesia dalam “catur karsa sapta dharma insinyur Indonesia. Dalam kode etik insinyur terdapat prinsip-prinsip dasar yaitu:
1. Mengutamakan keluhuran budi.
2. Menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan   kesejahteraan umat manusia.
3. Bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat, sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
4. Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional keinsinyuran
        Tuntutan sikap yang harus dijalankan oleh seorang insinyur yang menjunjung tinggi kode etik seorang insinyur yang professional yaitu:
1. Insinyur Indonesia senantiasa mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan Masyarakat.
2. Insinyur Indonesia senantiasa bekerja sesuai dengan kempetensinya.
3. Insinyur Indinesia hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan.
4. Insinyur Indonesia senantiasa menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugasnya.
5. Insinyur Indonesia senantiasa membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing.
6. Insinyur Indonesia senantiasa memegang teguh kehormatan, integritas dan martabat profesi.
7. Insinyur Indonesia senantiasa mengembangkan kemampuan profesionalnya.

        Accreditation Board for Engineering and Technology (ABET) sendiri secara spesifik memberikan persyaratan akreditasi yang menyatakan bahwa setiap mahasiswa teknik (engineering) harus mengerti betul karakteristik etika profesi keinsinyuran dan penerapannya. Dengan persyaratan ini, ABET menghendaki setiap mahasiswa teknik harus betul-betul memahami etika profesi, kode etik profesi dan permasalahan yang timbul diseputar profesi yang akan mereka tekuni nantinya; sebelum mereka nantinya terlanjur melakukan kesalahan ataupun melanggar etika profesi-nya. Langkah ini akan menempatkan etika profesi sebagai “preventive ethics” yang akan menghindarkan segala macam tindakan yang memiliki resiko dan konsekuensi yang serius dari penerapan keahlian profesional.

     Insinyur adalah sebuah profesi yang penting didalam pelaksanaan pembangunan industri nasional, karena banyak berhubungan dengan aktivitas perancangan maupun perekayasaan yang ditujukan semata dan demi kemanfaatan bagi manusia. Dengan mengacu pada pengertian dan pemahaman mengenai profesi, (sikap) professional dan (paham) profesionalisme; maka nampak jelas kalau ruang lingkup keinsinyuran per definisi bisa disejajarkan dengan profesi- profesi yang lain seperti dokter, pengacara, psikolog, aristek dan sebagainya. Acapkali pula dijumpai didalam proses penerapan kepakaran dan keahliannya, seorang insinyur (tanpa terkecuali insinyur teknik industri) akan terlibat dalam berbagai aktivitas bisnis yang harus dilaksanakan dengan prinsip-prinsip komersial dan mengarah untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Namun demikian, sebagai sebuah profesi yang memiliki idealisme dan tanggung jawab besar bagi kemaslahatan manusia; maka didalam penerapan kepakaran dan keahlian insinyur tersebut haruslah tetap mengindahkan norma, budaya, adat, moral dan etika yang berlaku.


Senin, 17 Desember 2018

Tugas Etika Profesi

HAK dan KEWAJIBAN INSINYUR

Hak adalah kewenangan ataupun kekuasaan untuk melakukan/membuat/menilai sesuatu sesuai dengan ketentuan/perundangan yang berlaku. Kewajiban  adalah sesuatu yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan nilai/perundangan yang berlaku.

Insinyur adalah seseorang yang dalam melaksanakan profesinya menggunakan pengetahuan matematika dan pengetahuan alam, yang diperoleh dari pendidikan, pengalaman dan pelatihan, untuk secara ekonomis mengubah dan mengembangkan suatu bahan, energi dan berbagai sumber daya yang berasal dari alam, menjadi produk lain demi kepentingan kesejahteraan, kenyamanan, kesehatan dan keselamatan umat manusia.

A.     Tanggung Jawab Profesional

Karakteristik sebuah profesi adalah persyaratan bahwa profesional harus menjaga informasi tertentu tentang rahasia atau kepentingan klien. Beberapa informasi engineering harus dijaga kerahasiaannya sebab kebanyakan informasi tentang bagaimana suatu bisnis dijalankan, produk dan pemasoknya, langsung mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk bersaing di pasar. Contoh: rahasia info medis pasien, info klien hukun, desain produk perusahaan.

Tingkat kerahasiaan sebuah informasi juga tergantung karakter bisnis/kegiatan satu perusahaan atau lembaga. Contoh: Industri Pertahanan milik pemerintah lebih ketat daripada Industri Consumer Good.

Seharusnya, seorang insinyur diwajibkan untuk tetap merahasiakan informasi, bahkan setelah pindah ke perusahaan baru di bidang sama. Walaupun di dalam prakteknya, hal ini sulit dilakukan karena seorang insinyur  membawa semua pengetahuan yang mungkin dianggap rahasia oleh perusahaan terdahulu.  Pengadilan sudah mempertimbangkan isu ini dan telah berusaha mencari keseimbangan antara kepentingan dan hak dari individu dan perusahaan saling bersaing. Perusahaan berhak merahasiakan informasinya dari pesaing-pesaingnya. Beban untuk menjamin kedua kepentingan yang bersaing ini diakui dan dipertahankan terletak di pundak para insinyur.


B.      Konflik Kepentingan

Konflik kepentingan timbul ketika sebuah keinginan, jika diikuti, dapat membuat seorang profesional tidak memenuhi salah satu kewajibannya (Martin dan Schinzinger, 2000). Contoh: Insinyur yang bertanggungjawab dalam pembangunan jaringan Perusahaan memiliki saham pada salah satu perusahaan supplier. Menurut Harris, Pritchard, dan Rabbins, ada 3 jenis konflik kepentingan:

a)      Konflik kepentingan aktual yang mengkompromikan penilaian engineering dan objektif.
b)      Konflik kepentingan potensial yang mudah berubah menjadi konflik kepentingan aktual.
c)       Konflik kepentingan yang muncul karena suatu situasi, di mana bila insinyur dibayar berdasarkan persentase biaya desain.

Cara yang baik untuk menghindari konflik kepentingan yaitu dengan mengikuti petunjuk kebijakan perusahaan. Jika tidak ada, kebijakan seperti ini, maka, dapat dilakukan dengan meminta pendapat dari asisten atau manajer. Jika kedua pilihan ini tidak ada, maka tindakan terbaiknya yaitu dengan mempelajari motif dan menggunakan teknik penyelesaian etika. Akhirnya, kita dapat melihat pernyataan-pernyataan dalam kode etik profesional yang semuanya malarang konflik kepentingan.


C.      Etika Lingkungan

        Insinyur bertanggung jawab atas terciptanya teknologi yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan insinyur juga harus berusaha menemukan solusi terhadap masalah yang ditimbulkan oleh teknologi modern. Pergerakan perlindungan lingkungan membangkitkan kesadaran di antara para insinyur bahwa mereka mempunyai tugas untuk menggunakan pengetahuan dan keahlian mereka untuk membantu melindungi lingkungan.

Hal yang mendasar dalam membicarakan isu-isu etika dalam teori lingkungan adalah suatu kesimpulan tentang status moral lingkungan. Salah satu cara untu mengeksplorasi status moral lingkungan adalah mencoba menjawab beberapa pernyataan tentang tempat manusia dalam lingkungan kita.  Salah  satu bentuknya status moral lingkungan yaitu pandangan yang menyatakan bahwa manusia hanyalah salah satu komponen lingkungan dan semua komponen memliki status moral yang sama. Oleh karena itu, tugas terpenting yang harus dilakukan semua orang adalah melakukan apapun yang diperlukan untuk mempertahankan biosfer yang sehat demi kepentingannya sendiri.

Tanpa memperhatikan tujuan, terdapat berbagai pendekatan yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah lingkungan. Pendekatan-pendekatan ini meniru pendekatan yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah lingkungan.

Pendekatan pertama kadang-kadang disebut sebagai pendekatan tak sadar biaya (Martin dan Schinzinger, 2000),di mana biaya tidak diperhitungkan, tetapi lingkungan harus dibuat sebersih mungkin dan degradasi lingkungan dalam tingkat apapun tidak diterima. Pendekatan ini sulit dilakukan,terutama dalam masyarakat urban modern.

Pendekatan kedua didasarkan pada analisis biaya-manfaat, yang diturunkan dari utilitarianisme, di mana masalah dianalisis menyangkut masalah yag didapat dari pengurangan polusi-peningkatan kesehatan manusia. Biaya dan dan manfaat ditimbang untuk menentukan kombinasi optimum. Tujuan pendekatan ini adalah untuk mencapai keseimbangan manfaat polusi secara ekonomi dengan kesehatan atau pertimbangan lingkungan.

Terdapat beberapa masalah yang berhubungan dengan pendekatan biaya-manfaat yakni asumsi implisit dalam analisis biaya-manfaat, sulit untuk menilai biaya dan manfaat secara akurat, dan tidak benar-benar memperhitungkan siapa yang mengeluarkan biaya dan siapa yang menerima manfaat.

Kode etik profesional memberi tahu kita untuk mengutamakan keselamatan masyarakat dan lingkungan.jadi, jelas bahwa insinyur mempunyai tanggung jawab untuk menjamin bahwa pekerjaan mereka sebisa mungkin dilakukan dengan cara yang paling aman bagi lingkungan.

Sebagai profesional, insinyur mempunyai hak untuk mengungkapkan pendapat mereka tentang isu-isu moral seperti isu lingkungan. Seorang insinyur tidak boleh dipakasa perusahaannya untuk mengerjakan proyek yang menurutnya mempunyai masalah etika, termasuk yang berdampak buruk pada lingkungan.

Prinsip dasar kode etik engineering profesional menyatakan bahwa seorang insinyur tidak boleh membuat keputusan dalam bidang yang bukan merupakan keahliannya. Insinyur seharusnya meminta nasehat dari orang lain yang memiliki pengetahuan untuk mambantu menganalisis dan memahami konsekuensi lingkungan dari suatu proyek yang mungkin terjadi.


D.     Hak – Hak Profesional


Insinyur juga   mempunyai hak berjalan seiring dengan tanggung jawabnya. Ada hak-hak individual yang tidak memperhatikan status profesional, termasuk hak privasi, hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan di luar pekerjaan, hak untuk secara rasional mengajukan keberatan atas kebijakan perusahaan tanpa merasa takut akan hukuman, dan hak untuk melakukan protes.



Hak insinyur yang paling mendasar adalah hak keadaran moral profesional (Martin dan Schinzinger, 2000). Hak ini mencakup hak untuk melakukan penilaian ini dengan cara beretika. Hak kesadaran moral profesional bisa memiliki banyak aspek. Aspek ini mungkin disebut sebagai “Hak Penolakan Berdasarkan Moral” (Martin dan Schinzinger, 2000). Hak ini merupakan hak untuk menolak untuk terlibat dalam perilaku tidak etis.

Tugas Etika Profesi

PERSAMAAN dan PERBEDAAN DARI MASING-MASING KODE ETIK PROFESI

Persamaan:
  • Setiap profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi. 
  • Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan.
  • Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat.
  • Adanya proses lisensi atau sertifikat.
  • Adanya organisasi.
  • Otonomi dalam pekerjaannya.
Perbedaan:
Hanya ada beberapa kode etik memiliki  majelis yang bertugas mengadili apabila terjadi pelanggaran kode etik oleh anggotanya.

Minggu, 16 Desember 2018

Tugas 8

INFRASTRUKTUR KEAIRAN

1. Bangunan pengaturan sungai

Di dalam perencanaan sungai terdapat berbagai macam pekerjaan sipil yang dilaksanakan, antara lain pembangunan sistem pengamanan banjir, pembuatan
bangunan sadap untuk berbagai kebutuhan akan air,u saha-usaha pelestarian alam dan lingkungan hidup,ataupun perbaikan alur sungai untuk mendukung keamanan lalu lintas sungai. Pada umumnya perancangan bangunan sungai dilakukan untuk menunjang kegiatan perencanaan persungaian, yang dibagi menjadi :
1. perencanaan perbaikan dan pengaturan sungai,
2. perencanaan pemanfaatan air sungai,
3. perencanaan pengembangan wilayah,
4. perencanaan perbaikan dan pelestarian lingkungan sungai,
5. perencanaan lalu lintas sungai.
Yang dimaksud bangunan sungai adalah semuab angunan yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan sungai, dapat terletak pada alur sungai, tebing sungai,ataupun lembah sungai. Bangunan-bangunan sungai
tersebut antara lain :
1. bendungan,
2. bendung,
3. tanggul,
4. parapet,
5. pelindung tebing,dan pengendali dasar,
dan penahan sedimen,kantong pasir,pangkal dan pilar jembatan, serta
krib sungai.
Pengelolaan sungai hampir selalu melibatkan masalah pembangunan bangunan-bangunan sungai. Agar fungsi bangunan yang dibuat dapat sesuai dengan tujuan pengelolaan sungai maka bangunan tersebut harus dirancang sebaik mungkin, dengan memperhatikan aspek hidraulika. Perancangan bangunan sungai juga ditujukan agar bangunan yang dipilih (jenis maupun dimensinya) betul-betul merupakan bangunan yang tepat untuk
memenuhi sasaran kegunaannya, serta ekonomis.
Tujuan Pembuatan Bangunan Sungai
Suatu bangunan sungai dapat ditujukan untuk berfungsi
lebih dari satu macam, sebagai contoh, bangunan sungai berupa bendungan dapat ditujukan untuk berfungsi sebagai :
1. pengendali banjir,
2. pembangkit listrik tenaga air,
3. irigasi,
4. perikanan,
5.serta pariwisata.

2. Bangunan Pengendali Sedimen

Usaha untuk memperlambat proses sedimentasi adalah dengan mengadakan pekerjaan teknik sipil untuk mengendalikan gerakannya menuju bagian
sungai di sebelah hilir. Pekerjaan teknik sipil tersebut berupa pembangunan bendung penahan (check dam ),
kantong lahar, bendung pengatur ( sabo dam ),bendung konsolidasi serta pekerjaan normalisasi alur sungai dan pengendalian erosi di lereng-lereng pegunungan.
1. Bendung Penahan ( check dam )
Bendung-bendung penahan dibangun di sebelah hulu yang berfungsi memperlambat gerakan dan
berangsur-angsur mengurangi volume banjir lahar. Untuk menghadapi gaya-gaya yang terdapat pada banjir lahar maka diperlukan bendung penahan yang cukup kuat. Selain itu untuk menampung benturan batu-batu besar, maka mercu dan sayap bendung harus dibuat dari beton atau pasangan yang cukup tebal dan dianjurkan sama dengan diameter maksimum batu-batu yang diperkirakan akan melintasi. Sangat sering runtuhnya bendung penahan disebabkan adanya kelemahan pada sambungan konstruksinya, oleh sebab ini sambungan-sambungan harus dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
Walaupun terdapat sedikit perbedaan perilaku gerakan
sedimen, tetapi metode pembuatan desain untuk pengendaliannya hampir sama, kecuali perbedaan pada konstruksi sayap mercu serta ukuran pelimpah
dan bahan tubuh bendung. Untuk bendung pengendali
gerakan sedimen secara fluvial yang bahannya
berbutir halus, mercunya dapat dibuat lebih tipis.
Bahan untuk tubuh beton selain beton dan pasangan
batu dapat juga dari kayu, bronjong kawat, atau
tumpukan batu. Sedangkan untuk bendung penahan
gerakan massa biasanya digunakan beton dan
pasangan batu. Tipe bendung yang dipakai adalah tipe
gravitasi yang lebih rendah dari 15 m.
2. Bendung Pengatur (sabo dam )
Di samping dapat pula menahan sebagian gerakan
sedimen, fungsi utama bendung pengatur adalah
untuk mengatur jumlah sedimen yang bergerak secara
fluvial dalam kepekatan yang tinggi, sehingga jumlah
sedimen yang meluap ke hilir tidak berlebihan.
Dengan demikian besarnya sedimen yang masuk akan
seimbang dengan kemampuan daya angkut aliran air
sungainya, sehingga sedimentasi pada daerah kipas
pengendapan dapat dihindarkan.
Pada sungai-sungai yang diperkirakan tidak akan
terjadi banjir lahar, tetapi banyak menghanyutkan
sedimen dalam bentuk gerakan fluvial, maka bendung-
bendung pengatur dibangun berderet-deret di sebelah
hulu daerah kipas pengendapan. Untuk sungai-sungai
yang berpotensi banjir lahar, maka bendung-bendung
ini dibangun di antara lokasi sistem pengendalian
lahar dan daerah kipas pengendapan.
Jika tanah pondasi terdiri dari batuan yang lunak,
maka gerusan tersebut dapat dicegah dengan
pembuatan bendung anakan (sub dam). Kadang-
kadang sebuah bendung memerlukan beberapa buah
sub-dam, sehingga dapat dicapai kelandaian yang
stabil pada dasar alur sungai di hilirnya. Stabilitas
dasar alur sungai tersebut dapat diketahui dari ukuran
butiran sedimen, debit sungai dan daya angkut
sedimen, kemudian barulah jumlah sub-dam dapat
ditetapkan. Selanjutnya harus pula diketahui
kedalaman gerusan di saat terjadi banjir besar dan
menetapkan jumlah sub-dam yang diperlukan, agar
dapat dihindarkan terjadinya keruntuhan bendung-
bendung secara beruntun.
Penentuan tempat kedudukan bendung, biasanya
didasarkan pada tujuan pembangunannya
sebagaimana tertera di bawah ini:
– Untuk tujuan pencegahan terjadinya
sedimentasi yang mendadak dengan jurnlah yang
sangat besar yang dapat timbul akibat terjadinya
tanah longsor, sedimen luruh, banjir lahar dan lain-
lain maka tempat kedudukan bendung haruslah
diusahakan pada lokasi di sebelah hilir dari daerah
sumber sedimen yang labil tersebut, yaitu pada alur
sungai yang dalam, agar dasar sungai naik dengan
adanya bendung tersebut
– Untuk tujuan pencegahan terjadinya
penurunan dasar sungai, tempat kedudukan bendung
haruslah sebelah hilir dari diusahakan penempatannya
di ruas sungai tersebut. Apabila ruas sungai tersebut
cukup panjang, maka diperlukan beberapa buah
bendung yang dibangun secara berurutan membentuk
terap-terap sedemikian, sehingga pondasi bendung
yang lebih hulu dapat tertimbun oleh tumpukan
sedimen yang tertahan oleh bendung di hilirnya.
– Untuk tujuan memperoleh kapasitas tampung
yang besar, maka tempat kedudukan bendung supaya
diusahakan pada lokasi di sebelah hilir ruas sungai
yang lebar sehingga dapat terbentuk semacam
kantong. Kadang-kadang bendung ditempatkan pada
sungai utama di sebelah hilir muara anak-anak sungai
yang biasanya berupa sungai arus deras (torrent )
dapat berfungsi sebagai bendung untuk penahan
sedimen baik dari sungai utama maupun dari anak-
anak sungainya.
3. Bendung Konsolidasi
Peningkatan agradasi dasar sungai di daerah kipas
pengendapan dapat dikendalikan dan dengan
demikian alur sungai di daerah ini tidak mudah
berpindah-pindah. Guna lebih memantapkan serta
mencegah terjadinya degradasi alur sungai di daerah
kipas pengendapan ini, maka dibangun bendung-
bendung konsolidasi (consolidation dam). Jadi bendung
konsolidasi tidak berfungsi untuk menahan atau
menampung sedimen yang berlebihan.
Apabila elevasi dasar sungai telah dimanfaatkan oleh
adanya bendung-bendung konsolidasi, maka degradasi
dasar sungai yang diakibatkan oleh gerusan dapat
dicegah. Dengan demikian dapat dicegah pula
keruntuhan bangunan perkuatan lereng yang ada pada
bagian sungai tersebut. Selanjutnya bendung-bendung
konsolidasi dapat pula mengekang pergeseran alur
sungai dan dapat mencegah terjadinya gosong pasir.
Tempat kedudukan bendung konsolidasi ditentukan
berdasarkan tujuan pembuatannya dengan
persyaratan sebagai berikut:
– Untuk tujuan pencegahan degradasi dasar
sungai, bendung-bendung konsolidasi ditempatkan
pada ruas sungai yang dasarnya selalu menurun.
Jarak antara masing-masing bendung didasarkan
pertimbangan kemiringan sungai yang stabil.
– Apabila terdapat anak sungai, mesti
dipertimbangkan penempatan bendung-bendung
konsolidasi pada lokasi yang terletak di sebelah hilir
muara anak sungai tersebut.
– Untuk tujuan pencegahan gerusan pada
lapisan tanah pondasi suatu bangunan sungai,
bendung-bendung konsolidasi ditempatkan di sebelah
hilir bangunan tersebut.
– Untuk menghindarkan tergerus dan jebolnya
tanggul pada sungai-sungai arus deras serta
mencegah keruntuhan lereng dan tanah longsor,
bendung-bendung konsolidasi ditempatkan langsung
pada kaki-kaki tanggul, kaki lereng dan kaki tebing
bukit yang akan diamankan.
– Apabila pembangunan sederetan bendung-
bendung konsolidasi dikombinasikan dengan perkuatan
tebing, jarak antara masing-masing bendung yang
berdekatan supaya diarnbil 1,5 – 2,0 kali lebar
sungai
1. Kantong Lahar
Bahan-bahan endapan hasil letusan gunung berapi
atau hasil pelapukan batuan lapisan atas permukaan
tanah yang oleh pengaruh air hujan bergerak turun
dari lereng-lereng gunung berapi atau pegunungan
memasuki bagian hulu alur sungai arus deras. Oleh
aliran air sungai arus deras ini bahan-bahan endapan
ini bergerak turun baik secara massa maupun secara
fluvial dengan konsentrasi yang tinggi memasuki
bagian sungai di sebelah hilirnya.
Suplai sedimen yang berlebihan akan menimbulkan
penyempitan penampang sungai dan kapasitas
alirannya akan mengecil. Di waktu banjir, maka aliran
banjir yang melalui ruas-ruas yang sempit akan
meluap dan menyebabkan terjadinya banjir yang
merugikan.
Salah satu usaha yang dilaksanakan dalam rangka
mengurangi suplai sedimen ini adalah menampungnya
baik untuk selama mungkin atau untuk sementara
pada ruangan-ruangan yang dibangun khusus yang
disebut kantong lahar. Dalam rangka pengendalian
banjir lahar, kantong lahar ini merupakan salah satu
komponen sistem pengendalian banjir lahar. Di saat
terjadinya banjir lahar, bahan-bahan yang berukuran
besar diharapkan dapat tertahan pada deretan
bendung penahan, sedangkan kantong-kantong lahar
diharapkan dapat berfungsi menahan dan
menampung bahan-bahan berbutir lebih halus (pasir
dan kerikil), Dengan demikian suplai sedimen ke
bagian hilirnya akan dapat dikurangi, hingga pada
tingkat yang seimbang dengan kemampuan daya
angkut aliran sungai sampai muaranya.
Selanjutnya pada daerah gunung berapi yang masih
aktif, suplai sedimen akan berlangsung secara terus-
menerus tanpa berakhir. Dalam keadaan demikian
deretan bendung-bendung penahan dan bendung-
bendung pengatur tidak akan mampu menampung
suplai sedimen yang terus-menerus tanpa berakhir,
maka kantong-kantong lahar akan sangat berperanan
guna menahan masuknya sedimen yang berlebihan ke
dalam alur sungai, khususnya ke dalam alur sungai-
sungai di daerah kipas pengendapan. Guna
meningkatkan fungsi kantong-kantong lahar biasanya
diusahakan supaya kantong senantiasa dalam keadaan
kosong, yaitu menggali endapan yang sudah masuk ke
dalamnya. Hasil galiannya biasanya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, yang
kualitasnya cukup baik , Pada gunung berapi yang
masih aktif dengan periode letusan yang panjang,
diperlukan adanya kantong yang cukup besar, jika
perlu dengan membebaskan tanah-tanah yang akan
digunakan sebagai kantong secara permanen. Pada
saat aliran lahar terhenti dan sambil menunggu
periode letusan selanjutnya, kantong dapat
dimanfaatkan untuk berbagai usaha pertanian.
Bangunan utama dimaksudkan sebagai
penyadap dari suatu sumber air untuk
dialirkan ke seluruh daerah irigasi yang
dilayani. Berdasarkan sumber airnya,
bangunan utama dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa kategori
1. Bendung
2. Pengambilan bebas
3. Pengambilan dari waduk
4. Stasiun pompa
a. Bendung
Bendung adalah adalah bangunan air
dengan kelengkapannya yang dibangun
melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat dengan maksud untuk meninggikan elevasi muka air sungai. Apabila muka air di bendung mencapai elevasi tertentu yang dibutuhkan, maka air sungai dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke tempat-tempat yang memerlukannya. Terdapat beberapa jenis bendung, diantaranya adalah (1) bendung tetap (weir), (2) bendung gerak (barrage) dan (3) bendung karet (inflamble weir). Pada bangunan bendung biasanya dilengkapi dengan bangunan pengelak, peredam energi,bangunan pengambilan, bangunan pembilas, kantong lumpur dan tanggul banjir.
b. Pengambilan bebas
Pengambilan bebas adalah bangunan yang
dibuat ditepi sungai menyadap air sungai
untuk dialirkan ke daerah irigasi yang
dilayani. Perbedaan dengan bendung adalah pada bangunan pengambilan bebas tidak dilakukan pengaturan tinggi muka air disungai. Untuk dapat mengalirkan air secara gravitasi, muka air di sungai harus lebih tinggi dari daerah irigasi yang dilayani.
c. Pengambilan dari waduk
Salah satu fungsi waduk adalah
menampung air pada saat terjadi kelebihan
air dan mengalirkannya pada saat
diperlukan. Dilihat dari kegunaannya,
waduk dapat bersifat eka guna dan multi
guna. Pada umumnya waduk dibangun
memiliki banyak kegunaan seperti untuk
irigasi, pembangkit listrik, peredam banjir,
pariwisata, dan perikanan. Apabila salah
satu kegunaan waduk untuk irigasi, maka
pada bangunan outlet dilengkapi dengan
bangunan sadap untuk irigasi. Alokasi
pemberian air sebagai fungsi luas daerah
irigasi yang dilayani serta karakteristik
waduk.
d. Stasiun Pompa
Bangunan pengambilan air dengan pompa
menjadi pilihan apabila upaya-upaya
penyadapan air secara gravitasi tidak
memungkinkan untuk dilakukan, baik dari
segi teknis maupun ekonomis. Salah satu
karakteristik pengambilan irigasi dengan
pompa adalah investasi awal yang tidak
begitu besar namun biaya operasi dan
eksploitasi yang sangat besar.

Tugas 7

PERMASALAHAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DI INDONESIA 


Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang merupakan kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografis dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan dan penyalur air, sedimen, unsur hara melalui sistem sungai, megeluarkannya melalui outlet tunggal. Apabila turun hujan di daerah tersebut, maka air hujan yang turun akan mengalir ke sungai-sungai yang ada disekitar daerah yang dituruni hujan. Karena manfaat DAS adalah menerima, menyimpan, dan mengalirkan hujan yang jatuh melalui sungai.
Daerah Aliran Sungai sebagai suatu hamparan wilayah atau kawasan yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya ke laut atau danau. Sehingga fungsi hidrologisnya sangat dipengaruhi oleh jumlah curah hujan yang diterima dan geologi yang mempengaruhi bentuk lahan. Adapaun fungsi hidrologis yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Mengalirkan air
2. Menyangga kejadian puncak hujan
3. Melepas air secara bertahap
4. Memelihara kualitas air
5. Mengurangi pembuangan massa (seperti tanah longsor)
Kerusakan kondisi hidrologis DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya dan pemukiman yang tidak terkendali, tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali menjadi penyebab peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan produktivitas lahan, percepatan degradasi lahan, dan banjir. Selain itu, terjadi penurunan jumlah curah hujan secara luas di Jawa dan beberapa wilayah lain di Indonesia pada waktu setengah abad sebelumnya yang berbanding lurus dengan penurunan luas hutan.
Beberapa masalah DAS yang tercatat antara lain:
1) Degradasi hutan akibat illegal logging dan perambahan hutan tidak terkendali untuk permukiman, pertanian, industry, dan sebagainya.
2) Luasnya lahan kritis akibat intensitas penggunaan tanpa memperhatikan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air
3) Erosi, longsor dan sedimentasi yang mengancam pendangkalan sungai, situ dan waduk
4) Pencemaran air akibat limbah industry dan domestic
5) Pendidikan dan kesejahteraan masyarakat sekitar hulu DAS dan sekitar bantaran sungai pada umumnya masih rendah
6) Masih tumpang tindihnya peraturan perundangan antar sector
7) Koordinasi dan sinergitas kebijakan, program dan kegiatan antar lembaga yang belum berjalan baik
8) Belum adanya master plan pengelolaan DAS sebagai pedoman
9) Belum adanya system informasi terpadu dalam pengelolaan DAS
10) Kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DAS
11) Keterbatasan anggaran dalam pelaksanaan konservasi, rehabilitasi lahan, pemeliharaan sarana dan prasarana pengairan
Pertambahan penduduk mengakibatkan peningkatan penyediaan kebutuhan sandang, papan dan pangan, termasuk air. Jumlah masyarakat petani semakin bertambah, di sisi lain lapangan kerja terbatas, sehingga pemilikan dan luas lahan garapan semakin sempit, sehingga tekanan penduduk terhadap lahan untuk pertanian semakin berat. Tekanan berat tercermin dari pemanfaatan lahan yang melampaui batas kemampuannya. Akibat lebih lanjut adalah keseimbangan alam juga terganggu.

A. Masalah Pengelolaan DAS di Indonesia
1. Berorientasi Pada Fisik
Beberapa masalah DAS telah coba diantisipasi pemerintah. Namun solusi untuk pengelolaan DAS yang dilakukan pemerintah cenderung pada infrastruktur fisik. Pernyataan tersebut bisa dilihat dari bagaimana cara pemerintah sekarang mengelola Ciliwung. Menurut penjelasan Pitoyo Subandrio, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane Departemen Pekerjaan Umum, langkah-langkah pemerintah terhadap Sungai Ciliwung terangkum dalam program Total Solution for Ciliwung. Langkah-langkah tersebut meliputi
1) membuat sudetan di Kebun Baru dan di Kalibata yang akan dilakukan bersama antara Departemen Pekerjaan Umum (DPU) dengan Pemprov DKI Jakarta,
2) membangun rusunawa ditujukan khususnya bagi masyarakat yang selama ini tinggal di bantaran sungai,
3) mengadakan pemindahan paksa warga yang ada di bantaran sungai kerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta dan Departemen Sosial. Pemindahan ini diutamakan bagi warga yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), sementara yang tidak akan dipulangkan ke daerahnya dengan didampingi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM),
4) melakukan normalisasi Sungai Ciliwung yang salah satunya dengan melakukan pengerukan,
5) penambahan daun pintu air di pintu air Manggarai dan pintu air Karet,
6) menaikkan jembatan Banjir Kanal Barat (BKB) bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta,
7) revitalisasi Ciliwung lama terutama yang berada setelah pintu air Manggarai,
8) konservasi atau revitalisasi situ-situ, gerakan pembangunan sumur dan penghijauan,
9) membangun terowongan dari Ciliwung ke Banjir Kanal Timur melewati Cipinang.
Langkah-langkah yang lebih beroreintasi fisik ini ditargetkan akan selesai tahun 2014. Program pemerintah provinsi DKI Jakarta lebih berorientasi fisik misalnya pembangunan GSW (Giant Sea Wall) yang akan dibangun sepanjang 32 km dan akan menelan biaya sekitar Rp 100 Triliun dengan memakan waktu 10 tahun. Atau pembangunan TM (terowongan multifungsi) sepanjang 19 kilometer dan berdiameter 18 meter. Perkiraan biaya pembangunan TM berkisar Rp 16 triliun. Penyelesaian megaproyek tersebut dijadwalkan sekitar empat tahun.
Ada lagi permasalahan, rencana pengelolaan sungai yang berorientasi pada pembangunan fisik yang dilakukan pemerintah ternyata tidak diimbangi dengan revitalisasi teknologi. Sebagian besar tekhnologi pengerukan sungai yang digunakan pemerintah Indonesia berasal dari luar negeri. Sejak tahun 1950-an, Indonesia mengadopsi teknologi dari Belanda untuk mengeruk beberapa sungai di Indonesia. Tapi sampai tahun 2012 pun, pemerintah masih mengandalkan teknologi yang tidk jauh berbeda dari Belanda. Hal ini bisa dilihat dari teknologi untuk proyek JEDI (bantuan pemerintah Belanda), di mana mesin pengeruk yang dipakai berasal dari Belanda seperti small floating bulldozer, hydraulic graf dan rotating drum separator.
2. Monopoli Pengelolaan Sumber Daya Air
Permasalaan lain DAS adalah adanya monopoli pengelolaan sumber daya air. Menurut Marwan Batubara (2010), intervensi Bank Dunia dalam pengelolaan sungai mengarah pada dua hal, yaitu mendorong ketergantungan Indonesia akan sumber pendanaan dari lembaga keuangan internasional khususnya Bank Dunia baik dalam bentuk utang dan hibah, serta memuluskan program privatisasi. Ketergantungan pendanaan bisa dilihat dari berbagai rekomendasi yang diberikan Bank Dunia dari setiap proyek yang dijalankan. Alasan utama Bank Dunia mendorong privatisasi adalah memberikan peran yang lebih besar bagi swasta dengan mengurangi monopoli Negara khususnya pemerintah dalam pengelolaan sungai. Asumsi Bank Dunia dengan masuknya swasta, maka pengelolaan air dan sungai menjadi lebih efisien dan pengelolaan yang lebih baik. Kenyataannya, privatisasi menimbulkan monopoli dalam bentuk lain. Jika sebelumnya monopoli dilakukan Negara melalui kekuasaan pemerintah, sekarang monopoli dilakukan swasta. Seperti kasus reklamasi pantai utara Jakarta, bukan lagi Negara khususnya masyarakat yang diuntungkan tetapi korporasi lewat monopoli pembangunan proyek-proyek besar seperti pemukiman mewah dan pengembangan kawasan wisata yang mendapat untung. Pada lahan reklamasi di kawasan Ancol, muncul hunian mewah seperti Bukit Golf Mediterania milik Agung Podomoro Group yang berada di Pantai Indah Kapuk dan Mediterania Marina Residence. Hunian-hunian mewah dan pengembangan kawasan wisata tadi ditujukan bagi masyarakat menengah ke atas, bukan untuk orang miskin yang kesulitan mendapatkan tempat tinggal. Akibat sosialnya, selain masyarakat miskin tidak mendapatkan akses perumahan yang memadai, juga reklamasi telah menggusur nelayan dari pantai Utara Jakarta, dan masyarakat Jakarta pun tidak bisa bebas menikmati Pantai Utara Jakarta karena harus bayar. Sedangkan dampak lingkungannya adalah permukiman mewah tersebut menghalangi aliran air hujan ke laut. Sehingga ketika musim hujan, ancaman banjir tidak terelakkan dan Jakarta dapat menjadi kolam besar.
Kasus yang sama juga terjadi dalam pengelolaan air bersih terutama di Jakarta. Privatisasi PDAM Jaya di tahun 1998 mendorong monopoli pengelolaan air hanya pada dua perusahaan besar yaitu PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dari Inggris dan Thames PAM Jaya (sekarang Aetra) dari Perancis.
Setelah lebih dari 13 tahun layanan air bersih di Jakarta diprivatisasi, akses masyarakat terhadap air bersih tidak membaik. Kedua operator tersebut saat ini hanya mampu memenuhi sekitar 54 persen kebutuhan air bersih untuk warga DKI Jakarta, sedangkan selebihnya 46 persen kebutuhan air bagi warga diperoleh dari sumber air tanah. Kedua operator swasta gagal memenuhi harapan, untuk memberikan perbaikan layanan kepada masyarakat. Target-target teknis yang telah disepakati gagal dipenuhi oleh dua operator swasta. layanan yang tertuang di kontrak kerjasama tidak berhasil dipenuhi, antara lain volume air yang terjual, kebocoran air dan cakupan layanan. Tingkat kebocoran air mencapai 46% atau kurang lebih senilai Rp 1.764 miliar. Cakupan layanan hanya 63% pada akhir tahun 2008 , hal ini berarti ada 37% kelompok masyarakat Jakarta belum mendapatkan fasilitas air bersih.
PAM Jaya sendiri melalui Direkturnya menyatakan bahwa sejak diprivatisasi, PAM Jaya mengalami kerugian hingga Rp. 583,67 milyar. Kerugian ini muncul akibat hutang shortfall, yaitu hutang yang muncul akibat adanya selisih antara imbalan yang diberikan kepada dua operator swasta dengan tarif . Apabila privatisasi air Jakarta tetap dilanjutkan sampai kontrak konsesi berakhir maka kerugian PAM Jaya diperkirakan sebesar Rp. 18 triliun pada tahun 2022.
3. Tekanan Pencemaran
Dalam peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, pasal 1 pencemaran air adalah: “masuknya atau dimasukkan makhluk hidup, zat energy dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya.” Beban pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga menggangu peruntukan ekosistem tersebut (Effendi,2003). Sumber pencemaran yang masuk ke badan perairan dibedakan atas pencemaran yang disebabkan oleh alam polutan alamiah) dan pecemaran yang disebabkan oleh alam dan pencemaran kegiatan mansia. Menurut sugiharto (1989) air limbah didefinisikan sebagai kotoran dari masyarakat dan rumah tangga dan juga yang berasal dari industry, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya.
Lingkungan perairan dapat merespon masuknya bahan pencemar sebagai bagian dari proses alami untuk kembali pada kualitas air semula. Proses ini disebut self purification. Definisi dari self purification adalah pemulihan oleh proses alami baik secara total ataupun sebagian kembali ke kondisi awal sungai dari bahan asing yang secara kualitas maupun kuantitas menyebabkan perubahan karakteristik fisik, kimia dan atau biologi yang terukur dari sungai (Benoit, 1971). Proses pemulihan secara alami berlangsung secara fisik, kimiawi dan biologi. Sungai yang alami dapat mendukung alami proses pemurnian diri dan menyebabkan kualitas air yang lebih baik dari kondisi air semula. Proses tersebut disebut homeostatis.
Menurut Davis dan Cornwell (1991), sumber bahan pencemar yang masuk ke perairan dapat berasal dari buangan yang diklasifikasikan:
1. Point source discharges (sumber titik), yaitu sumber titik atau sumber pencemar yang dapat diketahui secara akurat, dapat berupa suatu lokasi seperti air limbah industry maupun domestic serta saluran lokasi seperti air limbah maupun domestic serta saluran drainase.
2. Non point source (sebaran menyebar), berasal dari sumber yang tidak diketahui secara pasti. Pencemar masuk ke perairan melalui run off (limpasan) dari wilayah pertanian, pemukiman dan perkotaan.
Dampak negative dari air limbah, antara lain:
1. Gangguan terhadap kesehatan
2. Gangguan terhadap Kehidupan Biotik
3. Gangguan terhadap Keindahan
4. Gangguan terhadap Kerusakan Benda
5. Kurang Terpadu Dalam Pengelolaan DAS
Faktor lain yang merupakan kendala dalam pengelolaan DAS adalah kurangnya keterpaduan dan koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan pengelolaan DAS termasuk dalam hal pembiayaannya. Kondisi ini terjadi karena banyaknya instansi yang terlibat dalam pengelolaan DAS seperti Departemen Kehutanan, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pertanian, Departemen Dalam Negeri, Bakosurtanal dan Kementerian Lingkungan Hidup, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, perusahaan swasta, LSM dan masyarakat. Dengan banyaknya pihak yang terlibat dan panjangnya birokrasi yang perlu ditempuh, baik secara administrasi, perencanaan dan teknis dilapangan, maka diperlukan adanya koordinasi intensif berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah.
Keterpaduan mengandung pengertian terbinanya keserasian, keselarasan, keseimbangan dan koordinasi yang berdaya guna dan berhasil guna. Keterpaduan pengelolaan DAS memerlukan partisipasi yang setara dan kesepakatan para pihak dalam segala hal mulai dari penyusunan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian hasil-hasilnya.
Contoh tidak terpadunya pengelolaan DAS adalah banjir di Jakarta. Banjir di Jakarta merupakan salah satu indikator kegagalan pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya dalam mengelola sumber daya alam yang memiliki manfaat publik. DAS yang melintasi daerah Jakarta bermuara di provinsi Banten dan Jawa Barat, juga melibatkan pemerintah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Bekasi dan Tangerang. Tidak hanya itu, pengelolaan DAS juga melibatkan berbagai kementerian seperti PU, Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Bappenas.
Lemahnya koordinasi antar berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) dalam menjalankan program-program pengelolaan DAS terpadu merupakan focus masalah yang harus dipecahkan bersama. Dalam hubungannya dengan otonomi daerah, penguatan kapasitas dari para pemangku kepentingan untuk memecahkan masalah riil mengurangi resiko banjir, merupakan agenda bersama para pemangku kepentingan yang tidak bisa ditunda.